GEMPA BUMI SUMBAR

RESTA TRI ULI

XII IPA 2

SMA PINTAR

OPINI : Gempa yg trjadi di Sumbar sgt merobek hati. Apabila diperhatikan lagi, masih banyak korban yg belum terselamatkan dari reruntuhan. Ingin rasanya pergi ke tempat kjadian, namunapadaya??? Saya hanya bisa membantu dg doa. Dan yang paling sangat menyedihkan adalah banyaknya penjarahan yg terjadi di tempat kjadian. Apakah mereka (tersangka penjarahan) tdk mempunyai pikiran sedikitpun??? Apakah hati mereka trbuat dr batu shg tak ada perasaan untuk menjarah harta para korban. Ah,,, mungkin mereka hanya teruji imannya oleh Tuhan namun mereka tak mengerti malah menjadikan itu sebuah kesempatan. Hanya satu harapan, semoga para korban diterima di sisi-Nya dan keluarga yg dtgglkan mendapat ketabahan dlm mnjlani hidup ini serta dpt bangkit lagi menjadi yg terbaik dlm dunia ini.




Lapar, Marah, Pengungsi Menjarah 


  TIDUR: Seorang anak korban gempa tertidur pulas di atas tumpukan sendal jepit di sebuah halte di Kota Padang. Kondisi memprihatinkan ini ramai dialami warga korban gempa yang memang kehilangan rumah, baik di kota maupun di perkampungan.(Enny Nuraheni/reuters)

Laporan Afni Zulkifli, Padang Pariaman
redaksi@riaupos.com


BAHKAN, air mata pun kini mungkin tak lagi menetes di pipi para pengungsi korban gempa di Kabupaten Padang Pariaman dan daerah lain. Setelah meratapi keluarga yang tewas, kini mereka harus menangis lagi karena bantuan yang rencananya dibagi malah dijarah saudara-saudara mereka sendiri. Mereka lapar, para penjarah juga lapar sehingga segala cara digunakan.

Suasana pilu dan membuat sesak di dada itu terlihat saat penyaluran bantuan pembaca Riau Pos Group, Sabtu (3/10) malam di Kenagarian Padang Alai, Kabupaten Padang Pariaman. Bantuan yang tiba malam itu menjadi bantuan perdana yang menjadi pengobat rasa putus asa sekitar 7.000 warga setempat.

Begitu terlihat iring-iringan mobil bantuan pembaca Riau Pos Group, warga yang berada di tenda-tenda darurat langsung memadati jalan.Kericuhan karena antusias warga pun tak terhindarkan. Mobil bantuan yang sampai sekitar pukul 20.00 WIB, beberapa kali sempat dihadang massa. “Kami di sini sudah kelaparan. Dari hari pertama belum ada bantuan sama sekali. Anak-anak sudah tak bertemu nasi. Kalau tak menurunkan sedikit barang, tak kami berikan izin,’’ ujar Asrul, seorang warga Korong Pasar Padang Alai.

Bukan hanya Asrul, para ibu rumah tangga sambil menggendong balita juga sampai menangis-nangis mencegat bantuan. Dengan susah-payah dan setelah berjanji pasti akan menurunkan bantuan setelah disalurkan pada Korong Koto Tinggi dan Ambacang Gadang yang berada di atas perbukitan, barulah massa memberi jalan.

Setelah terkumpul di Pos Gunuang, ratusan masyarakat terlihat menunggui kapan bantuan akan diberikan. Hingga akhirnya diperoleh kesepakatan, kalau bantuan akan dibagikan pada keesokan harinya (kemarin pagi, red).

Namun sekitar pukul 04.00 WIB, di subuh yang dingin menusuk, terjadi kericuhan. Ratusan warga yang berasal dari berbagai desa, bahkan ada yang sengaja turun dari bukit dengan berjalan kaki, mulai memadati posko bantuan. Suara-suara panik meminta bantuan segera dibagikan terdengar.

Aparat desa dibantu seorang anggota TNI dan lima relawan mahasiswa berusaha menenangkan massa yang merupakan korban gempa ini. Namun banyaknya massa yang memadati posko bantuan barang ini semakin tidak dapat dikendalikan.

Rebutan barang bantuan di tengah gelap-gulita pun terjadi. ’’Kami sudah kelaparan, kami tak bisa sabar lagi,’’ berkali-kali diteriakkan warga.

Bahkan mahasiswa yang berusaha menghalangi warga yang berusaha mengambil bantuan, sampai terinjak-injak di tengah ratusan massa yang terus saling berebut. 1,2 ton beras dan ratusan kardus mie instan serta bantuan lainnya dari pembaca Riau Pos Group langsung ludes dalam hitungan tak sampai 10 menit. Wartawan RPG yang berada di tenda sekitar 300 meter dari lokasi, begitu sampai ke posko bantuan hanya melihat sisa kepasrahan pengungsi melihat bantuan yang rencananya akan dibagi pagi harinya, dijarah oleh saudara-saudara mereka sendiri.

“Sudah tidak ada lagi yang memikirkan perut orang lain. Semua memikirkan perut sendiri-sendiri. Semua sudah kelaparan karena sejak hari pertama gempa, tidak ada satupun bantuan bahkan sebiji beras pun dari pemerintah. Kami tidak menyangka kalau warga sampai sepanik ini,’’ ujar Thamrin, pemuka masyarakat setempat.

Habisnya barang bantuan di posko, membuat histeris para ibu-ibu dan anak-anak dari desa Ambacang Gadang dan Koto Tinggi. Mereka tidak kebagian jatah bantuan, padahal sudah nekat turun gunung dengan berjalan kaki hampir 6 Km ketika mendengar ada bantuan beras yang datang dari Pekanbaru.


‘’Padahal kami sengaja tidur di depan posko barang bantuan. Katanya mau dibagi-bagikan pagi hari. Tapi Subuh tadi (kemarin, red) waktu kami sedang tertidur, semuanya pada rebutan dan mencuri bantuan untuk perutnya masing-masing. Ya Allah, padahal kamipun belum ada makan nasi dan kemarin cuma makan ubi,’’ ujar Ipah (53) seorang nenek dari desa Koto Tinggi dalam bahasa Minang yang kental sambil menyeka airmatanya.

Suasana sedih terasa hingga pagi hari. Bahkan ibu-ibu di tenda pengungsi yang biasanya memasak untuk lebih dari 120 warga yang berkumpul di satu tenda besar seolah kehilangan semangat. “Kalaulah tidak ada bantuan lagi yang sampai ke sini, sementara pemerintah tak juga kunjung mengirimkan bantuan, mungkin dua hari lagi anak-anak kami mati kelaparan. Semua bantuan hanya mengarah ke kota besar saja. Sedangkan kami di sini sudah tak tahu harus ke mana,’’ kata Uli, seorang pengungsi.

Di Kenagarian Padang Alai Koto Timur Kabupaten Padang Pariaman diperkirakan ribuan warga dari 10 perkampungan yang ada di sepanjang kaki Gunung Singgalang terkubur hidup-hidup beserta rumah mereka. Menuju lokasi ini, hampir 100 persen bangunan rata dengan tanah. Kalaupun berdiri sudah tidak layak huni. Jalanan retak, bahkan ada yang terbelah dan hilang sebagian. Di sepanjang jalan, bebatuan dan tanah berukuran besar terlihat. Tiang listrik di sepanjang jalan menuju Padangalai dan Patamuan terlihat bertumbangan. 

Menggunakan sepeda motor, perlu waktu sekitar 1,5 jam dari Kota Pariaman menuju lokasi ini. Di sepanjang jalan, berdiri tenda pengungsi yang dibangun seadanya. Kehancuran gempa terparah terlihat mulai dari Simpang Gunung Tigo. Jalan aspal putus tergerus longsor hingga hampir 1 Km. Satu-satunya jalan agar bisa melanjutkan perjalanan adalah melewati jalanan pintas membelah hutan berlumpur.(kit/jpnn/rpg/fia) 
 


"TUHAN KAN MENDENGARKAN"

Jika saja kutahu

Kukan selalu berjaga

Namun apa daya

Kuhanya manusia

Tak ada yang perlu kusesalkan

Semua terjadi telah tersuratkan

Tak mungkin terhindarkan 

Karena ini jalan Tuhan

Kukan tetap tegar jalani kehidupan

Walau air mata bercucuran 

Kutahu Tuhan kan mendengarkan

Karya : RESTA TRI ULI

BUAT PARA KORBAN GEMPA

GOD BLESS US

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KESAKSIAN DOA NOVENA TIGA SALAM MARIA LULUS CPNS 2018

Suka Duka Saat Dinas di RS ADAM MALIK, PIRNGADI, MITRA SEJATI MEDAN

HUT KUANTAN SINGINGI